Posted by : Unknown Sabtu, 09 September 2017

Industri Logam 
  Industri logam di Kota Pasuruan sudah begitu kesohor namanya di negeri ini. Keahlian meracik dan mengecor logam oleh warga pesisir pantai utara Jawa ini bahkan sudah dimiliki sejak abad ke-19 masehi.

Pada era pemerintahan kolonial, Belanda mendirikan tiga perusahaan, yaitu NV-De Bromo, NV-De Industrie, dan NV-De Vulkan. Pabrik baja yang memproduksi mesin diesel dan peralatan industri ini menjadi penopang pabrik gula yang banyak tersebar di Indonesia. Pada 1958, Pemerintah Indonesia mengambil alih tiga perusahaan dan mengubah nama perusahaan itu menjadi PN Boma, PN Indra, PN Bisma.

Pada 30 Agustus 1971 tiga perusahaan tersebut bergabung menjadi PT Boma Bisma Indra (BBI). Masa kejayaan industri baja terus melejit sebelum akhirnya menyurut pada dekade 1990-an. Keahlian warga pesisir dalam memproduksi olahan logam ini tidak terlepas dari keberadaan pabrik baja Belanda. Keahlian autodidak ini bahkan dipelajari hanya dengan melihat dan mempraktikkan pembuatannya.

Meski demikian, sejumlah perusahaan di Jepang tetap saja menawarkan kerja sama dalam pembuatan suku cadang komponen automotif. Keahlian turun-temurun ini bahkan terus berkembang hingga saat ini. Sejumlah inovasi pembuatan aksesori sepeda motor tidak terkalahkan dengan industri logam di daerah lain, yakni di Ceper dan Tegal, Jawa Tengah (Jateng).

“Mbah buyut kami sudah ahli dalam membuat dan mengolah logam. Keahlian ini turun-temurun hingga saat ini. Karena keahlian itu, para perajin logam di Kota Pasuruan dijuluki Jepang Kecil. Onderdil apa saja bisa dibuat para perajin logam,” kata Moch Imron, seorang perajin logam di Kelurahan Ngemplak, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.

Sentra industri kecil dan kerajinan dari logam di Kota Pasuruan pada awalnya berkembang di Kelurahan Mayangan, Kelurahan Ngemplakrejo, dan Kelurahan Gadingrejo ini dikelola secara tradisional. Meski demikian, produk yang dihasilkan telah banyak diakui memiliki kualitas yang baik.

Berdasar data di Badan Penanam Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Pasuruan tahun 2006, jumlah IKM logam pada 2012 mencapai 1.083 unit dan menyerap lebih 6.000 tenaga kerja. Keandalan produk komponen automotif dari sentra industri logam di Pasuruan memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejak 1980-an telah membuat suku cadang komponen mobil dari Toyota Dyna, yakni hanger dan handel pedal rem dan gas.

Hanya, para produsen ini bergerak sendiri-sendiri menggaet para pemesannya. Pemasaran hasil produksi logam ini tidak terbatas di wilayah Jawa Timur, tetapi sudah sampai ke luar provinsi. Beberapa jenis dan macam kerajinan logam yang dihasilkan industri kecil antara lain, aksesori dan suku cadang mobil dan motor, peralatan rumah tangga, dan aksesori mebel.

Sayangnya, masa keemasan industri logam tidak bertahan lama. Pelimpahan wewenang pemerintah pusat dalam kebijakan otonomi daerah justru menjadikan industri logam semakin surut. Pola pendampingan yang kala itu dilakukan para ahli dari Departemen Perindustrian digantikan pejabat daerah yang penempatannya berdasarkan kedekatan dengan kepala daerah (wali kota).

“Pejabat daerah yang kemudian mendampingi para perajin logam bukanlah orang yang memiliki keahlian. Para pejabat ini justru membentuk kelompok perajin mikro yang juga didasarkan atas kedekatan kelompok dan golongan. Para perajin ini dipaksakan untuk mengikuti aturan main sesuai kebijakan otonomi daerah,” kata Moch Imron.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Logam yang sebelumnya dipergunakan sebagai ajang pembelajaran para perajin telah berubah fungsi. Menurut Imron, bantuan pemerintah pusat untuk pembelian mesin baru disalahgunakan dengan cara membeli mesin bekas yang sudah ketinggalan zaman.

Akibatnya, mesin seharga Rp1,2 miliar mangkrak dan tidak bisa dipergunakan untuk mengasah keahlian perajin. “Para perajin logam hanya dijadikan alat oleh penguasa. Mereka tidak pernah dijembatani dan difasilitasi untuk menjadi semakin berkembang. Program pemerintah hanya sebagai akalakalan semata,” tandasnya.

Demikian halnya dengan program tawaran kerja sama pembuatan komponen automotif mobnas produksi Kiat Esemka Solo. Booming mobil Esemka pada kenyataannya justru semakin mengorbankan para perajin logam.

Dua unit UPT Logam, satu di antaranya diambil alih Dinas Pendidikan dengan alasan untuk pengembangan produksi mobil Esemka. “Pelaku pembuatan komponen mobil ini sebenarnya adalah para perajin logam. Anak-anak SMK hanya diajarkan dalam hal bongkar pasang komponen mobil pada UPT yang kini diambil alih Dinas Pendidikan,” kata Imron.

Kebijakan yang salah kaprah tersebut, lanjut Imron, mengakibatkan para perajin logam mati suri, hidup segan mati tak mau. Saat ini mereka bertahan hidup dengan cara memproduksi onderdil sesuai pesanan pabrikan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © seputar khas pasuruan - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -